Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA) memperkuat kapasitas akademiknya melalui pencapaian Chrisna Bagus Edhita Praja, dosen Fakultas Hukum (FH), yang resmi meraih gelar Doktor Hukum (Hak Kekayaan Intelektual) dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Gelar tersebut diperoleh setelah Chrisna mempertahankan disertasi dalam Ujian Terbuka pada Sabtu (29/11) dengan judul “Reformulasi Pembatasan Hak Cipta Karya Ilmiah atas Penggunaan Generative AI di Tingkat Perguruan Tinggi yang Adaptif dan Berkeadilan”.
Didampingi oleh promotor Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum., serta co-promotor Prof. Dra. Sri Wartini, S.H., M.Hum., Ph.D., Chrisna mengangkat isu strategis mengenai respons hukum Indonesia terhadap perkembangan Generative Artificial Intelligence (AI). Ia menyoroti ketertinggalan regulasi hak cipta nasional, khususnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC 2014), dalam menghadapi praktik pemanfaatan AI generatif di lingkungan akademik.
Dalam disertasinya, Chrisna mengajukan gagasan besar bahwa Indonesia membutuhkan model pembatasan hak cipta yang lebih progresif untuk merespons perubahan ekosistem ilmu pengetahuan di era AI. Menurutnya, UUHC 2014 disusun dalam konteks pra-AI, sehingga beberapa norma terutama Pasal 44 belum mampu mengantisipasi praktik faktual di perguruan tinggi yang kini memanfaatkan Generative AI sebagai alat bantu akademik maupun riset.
Dalam paparannya, Chrisna menunjukkan bahwa berbagai negara telah bergerak lebih maju. Uni Eropa, misalnya, melalui EU AI Act 2024, menetapkan kewajiban transparansi bagi penyedia model AI, termasuk publikasi ringkasan data latih. Amerika Serikat dan Inggris pun sedang merumuskan kebijakan yang menyeimbangkan perlindungan hak cipta dengan kebutuhan inovasi teknologi. Sementara itu, Indonesia masih mengandalkan kerangka regulasi lama, tanpa undang-undang yang secara khusus mengatur AI. Kekosongan inilah yang memperkuat urgensi reformulasi yang ia tawarkan.
Merespons kondisi tersebut, Chrisna mengajukan tujuh poin reformulasi Pasal 44 UUHC 2014, yang bukan sekadar penyesuaian terminologi, melainkan pembaruan kerangka keadilan yang melindungi hak pencipta sekaligus membuka akses pengetahuan yang dibutuhkan perguruan tinggi. “Generative AI dapat menjadi peluang besar bagi dunia pendidikan, namun tanpa transparansi dan norma yang jelas, teknologi ini berpotensi menimbulkan ketimpangan dan melemahkan perlindungan hak cipta,” tegasnya.
Promotor Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum., memberikan apresiasi tinggi atas kontribusi ilmiah yang diajukan Chrisna. “Disertasi ini hadir pada waktu yang sangat tepat, ketika dunia hukum sedang menghadapi dilema terkait kecerdasan buatan. Chrisna menawarkan gagasan reformulatif yang strategis bagi masa depan hukum hak cipta Indonesia. Temuannya dapat menjadi masukan penting bagi pembuat kebijakan dalam merumuskan regulasi AI yang lebih komprehensif,” ujarnya.
Bertambahnya doktor di lingkungan UNIMMA semakin menguatkan ekosistem akademik yang kritis, adaptif, dan responsif terhadap perkembangan teknologi. Sebagai perguruan tinggi yang berorientasi pada kebermanfaatan, UNIMMA terus mendorong riset-riset yang mampu menjawab tantangan zaman tanpa mengabaikan prinsip keadilan, etika, dan perlindungan hak kekayaan intelektual.