Dosen Universitas Muhammadiyah (UM) Magelang, Nasaruddin, meraih gelar doktor dari Kanazawa University, Jepang, dengan predikat summa cum laude. Prestasi membanggakan itu diperoleh setelah ia berhasil melakukan kajian baru tentang plasma medicine untuk terapi penyembuhan luka.

Nasarudin menjelaskan, plasma adalah fase zat keempat setelah zat padat, cair dan gas. Di antara produk-produk industrial atau teknologi yang menerapkan plasma adalah televisi plasma (TV plasma) dan AC plasma. “Kita tentu sudah akrab dengan teknologi tersebut. Namun, setelah saya melakukan serangkaian kajian ilmiah, spesies aktif tersebut dapat dimanfaatkan untuk terapi kesehatan. Seperti untuk menyembuhkan luka dan membunuh sel-sel kanker dan membasmi bakteri,” jelas Nasaruddin, Selasa (14/4/2015).

Pria asal Temanggung, Jawa Tengah, itu menceritakan selama studi di Negeri Sakura, ia melakukan proyek penelitian dengan menerapkan plasma untuk penyembuhan luka pada hewan mencit (tikus) yang meniru model terapi luka di skala klinis rumah sakit. Hasilnya, penyembuhan luka pada kelompok tikus yang diberi treatment plasma setiap hari selama satu menit, lebih cepat satu hari dibandingkan dengan kelompok tikus tanpa treatment plasma. “Berdasarkan uji mikroskopis tampak bahwa plasma mempercepat penyembuhan luka dengan cara mempengaruhi perkembangan sel-sel myofibroblast atau sel yang biasa dikenal sebagai penanda dari konstraksi luka,” ulas alumnus Universitas Diponegoro, Semarang, Bidang Ilmu Fisika tahun 2000-2006.

Hasil penelitian tersebut, kata Nasarudin, telah terpublikasi di jurnal internasional Clinical Plasma Medicine (Elsevier Publisher) di Jepang, yang sekaligus sebagai karya disertasinya. Kendati demikian, Nasarudin mengaku belum puas dengan hasil tersebut. Ia pun bergabung dengan tim peneliti di Laboratorium Wound Healing dan Laboratorium Plasma Kanazawa University untuk mengembangkan metode peningkatan efek plasma yang lebih sederhana, yakni dengan menambahkan air.

Menurut peraih The Best Presentation Award dalam Intenational Conference ISPlasma 2015 itu, kajian plasma medicine termasuk penelitian yang baru dan saat ini secara intensif baru dilakukan di negara-negara maju. Kajian plasma medicine ini juga berpotensi besar berkolaborasi dengan kajian-kajian lain yang juga tengah menjadi tren dalam sains dan teknologi kesehatan, seperti bidang nanosains dan nanoteknologi.”Bisa jadi penelitian saya ini adalah penelitian yang pertama di bidang plasma medicine untuk penyembuhan luka yang dilakukan oleh akademisi dari Indonesia. Tantangan dan kendala jelas ada, tapi kita bisa berupaya bersinergi dengan berbagai pihak baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional,” pungkas Nasaruddin.