Pemasungan, apapun alasannya  merupakan tindakan merampas kebebasan dan hak azasi seseorang termasuk hak untuk medapatkan pelayanan kesehatan. Data Epidemiologi dan Laporan Kasus Pasung menyebutkan, gangguan jiwa berat atau psikotik  dialami oleh 400.000 penduduk Indonesia. Dari jumlah tersebut lebih dari 57.000 orang mengatakan pernah dipasung. Tindakan pemasungan tidak hanya berimbas pada pihak yang dipasung tetapai juga pada keluarga, antara lain terbatas dalam aktivitas keluar rumah, rasa bersalah serta iba yang berkepanjangan. Untuk  mengatasinya, tindakan yang  paling tepat dilakukan adalah terapi Keputusan Perawatan Tanpa Pasung (KPTP) dengan melibatkan pihak keluarga.

Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Novi HC Daulima, S.Kp, M.Sc,  akademisi Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK)  Universitas Indonesia yang  concern melakukan penelitian secara intens tentang pasung,  saat menjadi  salah satu pembicara dalam acara Seminar Keperawatan Manajemen Kegawatdaruratan Psikiatri dalam Penanganan Kasus Pasung guna Mendukung Program Indonesia Bebas Pasung 2019 yang diadakan oleh Prodi Profesi Ners Fikes UMMagelang, Sabtu 14/7.

Selain Novy,  ada  tiga pembicara lain dalam seminar yang  diadakan di Hotel Safira Magelang  dan diikuti oleh ratusan peserta baik internal maupun eksternal UMMagelang tersebut. Ketiganya yakni Ns. Abdul Jalil, M.Kep, Ps. Kep. J yang merupakan praktisi keperawatan jiwa di RSJ Magelang,  Sri Ratnani Khasanah, Am.Md, Kep (Nana), perawat yang menangani pasien Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), serta Ns. Sambodo Sriadi Pinilih , M.Kep (Pipin), akademisi Fikes UMMagelang.

Ketiga pemateri tersebut mengungkapkan pengalaman mereka masing-masisng dalam merawat dan menangani ODGJ, bahkan pada anggota  keluarga mereka yang merupakan ODGJ. Seperti yang diceritakam oleh Pipin dimana salah satu sepupunya merupakan Orang dengan Skizofren (ODS) atau penderita halusinasi. Hal yang tak kalah menarik dibahas adalah persiapan pasien dan keluarga sebelum pemulangan, termasuk juga pelibatan berbagai pihak sebagai mitra.

Selain itu pada seminar tersebut juga  menghadirkan Habib, salah satu   ODGJ yang  pernah dipasung selama dua tahun dan kini telah sembuh total karena mendapatkan  perawatan secara teratur. “Alhamdulillah, sekarang saya sudah bisa  mandiri  dengan bekerja untuk keluarga.  Disamping itu secara mandiri dan  rutin saya minum obat dua  kali sehari,” ungkap Habib di hadapan peserta seminar.

Dalam acara yang dibuka oleh Rektor UMMagelang itu, Dekan Fikes UMMagelang Puguh Widiyanto, M.Kep, menyampaikan bahwa seminar tersebut merupakan salah satu perwujudan visi Fikes UMMagelang yang memiliki keunggulan di bidang kegawatdaruratan di area manapun, termasuk diantaranya kesehatan jiwa. Puguh menyampaikan bahwa dari hasil riset terdapat dua daerah istimewa di Indonesia  dengan gangguan jiwa tertinggi, yakni Daerah Istimewa Aceh serta Daerah Istimewa Yogyakarta. “Konflik di bidang kemanan yang berkepanjangan menimbulkan tingginya gangguan jiwa pada masyarakat  Aceh.Adapun masalah kultur orang  Jawa yang cenderung memendam masalah menjadi salah satu pemicu tingginya gangguan jiwa di DIY,“ papar Puguh.

“Oleh karena itu Seminar  kali ni merupakan bentuk dukungan kepada pemerintah yang tertuang dalam UU No. 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, serta mewujudkan harapan tahun 2019  Indonesia Bebas Pasung. Selain itu juga untuk merealisasikan pesan mulia yang terdapat dalam lirik lagu Indonesia Raya yakni ‘Bangunlah jiwanya, bangunlah raganya, untuk Indonesia Raya,” pungkas Puguh.