Bersama Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, RRI Semarang menggelar pagelaran wayang kulit bertajuk “Ngamarto Binangun” di halaman RRI Semarang, Sabtu (8/11/2025) malam.
Pagelaran tersebut menghadirkan dua dalang kondang, Ki Sigid Ariyanto dan Ki Ketut Budiman. Kolaborasi keduanya menghadirkan nuansa seni yang memikat dan sarat makna filosofi, menandai perpaduan antara pelestarian budaya dan dakwah yang mencerahkan.
Kepala Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI Semarang, Atik Hindari, mengatakan bahwa acara ini digelar untuk memperingati tiga momentum penting sekaligus: Hari Wayang Nasional, Hari Pahlawan, dan Milad ke-113 Muhammadiyah. Menurutnya, RRI memiliki tanggung jawab moral untuk terus menjaga warisan budaya Indonesia agar tetap hidup dan dikenal oleh generasi penerus.
“Sebagai lembaga penyiaran publik, RRI memiliki peran strategis untuk melestarikan nilai-nilai budaya bangsa,” ujar Atik Hindari dalam sambutannya.
Ia menambahkan bahwa RRI tidak hanya menjadi saluran informasi, tetapi juga wadah edukasi dan pelestarian budaya. “Kita ingin generasi muda tidak hanya mengenal budaya global, tetapi juga memahami akar budayanya sendiri,” jelasnya.
Menurut Atik, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai warisan leluhurnya. Karena itu, setiap momentum seperti Hari Wayang menjadi kesempatan bagi RRI untuk memperkuat identitas kebangsaan melalui seni tradisional yang sarat pesan moral.
Sementara itu, Ketua PWM Jawa Tengah, Tafsir, yang hadir dalam acara tersebut, menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak menolak budaya, termasuk wayang kulit. Ia menilai wayang sebagai sarana dakwah yang efektif dan komunikatif.
“Sudah tiga kali saya menghadiri pagelaran wayang di RRI, dan saya melihat bahwa wayang bisa menjadi alat dakwah yang baik. Banyak pelajaran hidup dan nilai moral yang terkandung di dalamnya,” kata Tafsir.
Lakon Ngamarto Binangun, lanjutnya, memiliki makna filosofis mendalam tentang perjuangan Pandawa dalam membangun Amarta. Nilai-nilai seperti kerja keras, kesetiaan, dan tanggung jawab dalam lakon tersebut dapat menjadi refleksi bagi masyarakat modern.
“Wayang adalah tradisi yang baik dan perlu dijaga. Muhammadiyah sangat menghargai dan menjaga kelestarian budaya yang membawa nilai-nilai luhur,” ujarnya.
Pagelaran wayang kulit malam tadi tidak hanya menjadi ajang hiburan, tetapi juga sarana silaturahmi dan penghargaan bagi para tokoh yang berkontribusi dalam bidang sosial dan budaya. Dalam kesempatan tersebut, RRI Semarang memberikan apresiasi berupa radio digital kepada sejumlah tokoh masyarakat. Mereka antara lain Lurah Karang Kidul, Kapolsek Semarang Tengah, Camat Semarang Tengah, Danramil Semarang Tengah, serta Kepala Bidang I FKSB.
Selain itu, penghargaan juga diberikan kepada Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Emas Semarang, Ketua PPLKS, Ketua PWRI Jawa Tengah, Ketua KSBN Jawa Tengah, dua dalang utama—Ki Ketut Budiman dan Ki Sigid Ariyanto—serta Ketua LDK PWM Jateng AM Jumati, Ketua PW Muhammadiyah Jateng Tafsir, dan Guru Besar UPGRIS Sudharto.
Kehadiran para tokoh lintas profesi ini menunjukkan bahwa seni budaya dapat menjadi ruang pemersatu, tempat di mana dakwah, pendidikan, dan pelestarian tradisi saling berkelindan.
Pagelaran “Ngamarto Binangun” di RRI Semarang menjadi bukti bahwa budaya dan dakwah tidak harus berjalan sendiri-sendiri. Dalam harmoni gamelan dan kisah wayang, nilai-nilai keislaman dan kebangsaan bertemu, mengajarkan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga warisan leluhur sekaligus terus menebar nilai-nilai kebaikan.
Sumber: PWM Jateng