Di Kabupaten Magelang tercatat ada 57 desa wisata, sebanyak 34 desa wisata telah memiliki SK Bupati yang terdiri dari 6 desa wisata dengan SK pencanangan, 28 desa wisata dengan SK Penetapan, dan sisanya masih belum memiliki SK (perintisan). Sampai dengan saat ini, masih belum banyak pengembangan desa wisata yang berbasis pada kearifan lokal berupa kekayaan intelektual.

Melihat realita tersebut, Tim Peneliti Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Kajian Potensi Kekayaan Intelektual Kabupaten Magelang Melalui Desa Wisata”. Acara yang dihadiri oleh Organisasi Perangkat Desa (OPD) Kabupaten Magelang yang terdiri dari Dispermades, Diknas, Disparpora, Disdagkop, Dinas Perindustrian, BAPPEDA dan perwakilan UMKM di wilayah Kabupaten Magelang berlangsung secara virtual melalui Zoom Meeting pada Senin (9/8).

Dr. Dyah Adriantini Sintha Dewi, SH., M.Hum, Dekan FH Unimma dalam sambutannya menyampaikan bahwa aktivitas pariwisata saat ini tentu terkena imbas dari pandemic. “Adapun potensi Kekayaan Intelektual yang dapat digali dalam desa wisata adalah karya seni tradisional, pahat, UMKM, kuliner, merek dagang dan lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi sehingga membutuhkan peran pemerintah daerah untuk melindungi dan memajukannya,” ujar Dr. Dyah.

Sementara itu, Heniyatun, SH., M.Hum, Ketua Peneliti mengatakan FGD dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan Penelitian Terapan Unggulan Perguruan Tinggi (PTUPT) yang didanai oleh KemenristekBRIN. “Kabupaten Magelang mempunyai banyak potensi ekonomi kreatif yang berbasis kekayaan intelektual. Harapannya, FGD kali ini dapat merumuskan masalah yang ada di lapangan dan bisa dilaporkan ke DRPM,” tuturnya.

FGD tersebut menghadirkan Ketua Asosiasi Sentra Kekayaan Intelektual Indonesia (ASKII), Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum. Dalam paparannya, Prof Budi menjelaskan HKI dan CoBranding sebagai strategi pengembangan produk desa wisata yang berdaya saing. “Kalau mau berdaya saing, kita harus mempunyai strategi. Selama ini kita melihat HKI secara administratif, sekarang kita ubah pola pikir, bagaimana agar HKI dapat berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat,” papar Prof Budi.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) tersebut juga menjelaskan manfaat HKI untuk produk desa wisata. Diantaranya, produk desa wisata memiliki kebaruan, terlindungi dari pemalsuan dan tuduhan melanggar hukum, serta dapat memberi nilai tambah secara ekonomi.

Lebih lanjut, Prof Budi mengatakan bahwa cobranding tak kalah penting. “Cobranding bisa dimaknai sebagai tanda dan ciri desa wisata. Tujuan penggunaan cobranding desa untuk menciptakan perbedaan dengan desa wisata lainnya, menciptakan daya saing produk, serta menciptakan kemandirian ekonomi desa mandiri,” jelasnya.

Dalam FGD tersebut, tim peneliti FH UNIMMA mencoba untuk menggali potensi-potensi kekayaan intelektual yang ada di Kabupaten Magelang untuk merancang embrio produk hukum untuk desa wisata di Kabupaten Magelang.