Dec 11, 2017 | Berita
“Ayah senang, Meta banyak bertanya seperti itu!”, Wah pertanyaannya bagus sekali. Baiklah, Mama terangkan, ya!.” Ungkapan seperti itulah yang harus kita ucapkan kepada anak untuk mendukung rasa ingin tahu anak. Termasuk apabila pertanyaan mereka mengenai hal-hal yang sensitif, seperti masalah seksualitas. Karena, salah satu sebab terjadinya kekerasan seksualitas pada anak itu dikarenakan kurangnya informasi anak tentang hal tersebut, sehingga terjadilah kekerasan tersebut.”
Kutipan tersebut merupakan dongeng yang disampaikan oleh Ketua Umum Komisi Perlindungan Anak, Seto Mulyadi, S.Psi.,M.si dalam Seminar Parenting yang berlangsung di Auditorium kampus 1 UM Magelang, Sabtu (09/11). Seminar yang mengusung tema “Mencegah Kekerasan Seksual dan LGBT pada Anak” tersebut diselenggarakan oleh Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) FKIP UM Magelang yang bekerjasama dengan Keluarga Berencana (KB) Kreatif Primagama Magelang.
Psikolog yang sering disapa dengan panggilan Kak Seto itu juga menyampaikan tentang peran penting orang tua dalam mencegah kekerasan pada anak. “Yang terpenting adalah kepekaan dan keterampilan orang tua agar mampu memberi informasi dalam porsi tertentu, sehingga anak akan memiliki pengetahuan yang cukup dan dapat melindungi dirinya dari kekerasan seksual yang akan menimpanya,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa dengan peran orang tua, anak-anak dapat mengembangkan peran psiko-seksualnya secara lebih tepat sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Dengan demikian diharapkan anak dapat tampil dengan penuh percaya diri yang merupakan modal utama bagi perkembangan potensi anak secara optimal.
Seminar parenting tersebut dibuka oleh Wakil Rektor 1 Bidang Akademik, Dr. Purwati MS serta diikuti oleh lebih dari 150 peserta yang terdiri dari mahasiswa dan masyarakat umum. Sebelum Kak Seto, peserta mendapatkan materi dasar mengenai kekerasan seksual pada anak yang disampaikan oleh Psikolog Klinik Tumbuh Kembang Anak RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang, Arum Widinugraheni, M.Psi.
Arum menyampaikan, kekerasan seksual merupakan jenis penganiayaan yang bisa saja terjadi di dalam mauapun di luar keluarga, sehingga sebagai orang tua harus mampu mengenali tanda-tandanya. “Ada beberapa tanda dan gejala seksual yang diperlihatkan anak ketika mengalami kekerasan seksual. Tanda-tandanya yakni mimpi buruk, perhatian anak teralihkan, perubahan pada pola makan, perubahan mood tiba-tiba. Selain itu ada tanda lainnya yang lebih spesifik, seperti tulisan, gambar, atau pembicaraan yang berkonotasi seksual,” jelas Arum.
HUMAS
Nov 7, 2017 | Berita
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Magelang (UM Magelang) gelar Stadium General (Kuliah Umum) dengan tema “Peluang dan Tantangan Profesionalisme Guru di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Sabtu, (4/11).
Kegiatan yang dilaksanakan di Auditorium Kampus 1 Universitas Muhammadiyah Magelang tersebut dihadiri 335 peserta yang terdiri dari 200 mahasiswa baru, 100 mahasiswa perwakilan semester 3 dan 5, serta 35 dosen FKIP UM Magelang
Menurut ketua penyelenggara, Sugiyadi, M.Pd, Kons, tujuan dari kuliah umum ini adalah untuk mengetahui dan memahami peluang serta tantangan profesi guru di era MEA. “Kegiatan ini juga diperlukan untuk menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi luar negeri dalam pengembangan akademik.”, jelasnya.
Ia juga menambahkan, dengan kegiatan ini, diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap (WPKNS) mahasiswa dalam pengembangan pendidikan di era MEA.
Rektor UM Magelang, Ir. Eko Muh. Widodo, MT., berkesempatan memberikan sambutan sekaligus membuka kegiatan kuliah umum tersebut. Dalam sambutannya, ia kembali menegaskan pentingnya pembekalan mengenai keprofesionalan seorang pendidik dalam upaya mengembangkan pendidikan di Indonesia.
Dalam acara ini penyelenggara menghadirkan Prof. Dr. Hamndan Said yang merupakan pakar pendidikan Universitas Teknologi Malaysia (UTM) sekaligus sebagai pembicara dan dimoderato oleh Dr. Riana Mashar, M.Psi, Psi.
Hamndan menjelaskan pentingnya sebuah pembelajaran dengan berbasis literasi yang berguna bagi peningkatan peringkat dalam persaingan global. “Literasi dan kompetensi merupakan dua hal yang sangat penting, jika kita tidak mampu meningkatkan keduanya, kita akan kalah bersaing dengan pelajar-pelajar dimasa mendatang.”, ungkapnya.
Ia juga menekankan perguruan tinggi agar tidak sekadar menghasilkan lulusan saja tiap tahunnya, tetapi melahirkan lulusan yang berkompetensi tinggi sehingga mampu bersaing di era modern ini. “Literasi yang bagus adalah yang mampu menerapkan 3 M, yakni membaca. menulis, dan mengungkapkan.”, tambahnya.
Menurut pria yang juga menjabat sebagai Director International Student and Scholar Services UTM mengatakan bahwa negara Indonesia masih berada di level 2 (menengah) dalam kelompok persaingan global. “Walaupun masih di atas negara-negara lain di wilayah ASEAN bukan berarti harus berpuas diri. Perlu perjuangan yang lebih lagi agar negara bisa lebih kompetitif khususnya dalam sistem pendidikan.”, tegasnya.
Di akhir acara, moderator membuka sesi tanya jawab bagi mahasiswa UM Magelang kepada narasumber terkait dengan materi yang telah disampaikan. (Addiin C Setiawan).
HUMAS
Oct 9, 2017 | Berita
Prof. Dr. Muhammad Japar, M.Si, Kons menjadi guru besar pertama di UM Magelang setelah Perguruan Tinggi Muhammadiyah tersebut berusia 53 tahun. Upacara Pengukuhan Guru Besar diadakan Sabtu, 7/10 di Auditorium Kampus 1 UM Magelang dalam acara Sidang Terbuka Senat UM Magelang. Surat Keputusan (SK) Pengangkatan Guru Besar Prof. Dr. Muhammad Japar, M.Si, Kons dibacakan oleh Sekretaris Senat, Ns. Sigit Priyatno, M.Kep. Adapun pengukuhan dilakukan oleh Rektor UM Magelang, Ir. Eko Muh Widodo MT selaku ketua senat dengan mengalungkan samir guru besar serta menyerahkan SK disaksikan oleh seluruh tamu undangan.
Usai dikukuhkan, Japar yang merupakan Guru Besar Bidang Ilmu Bimbingan dan Koseling itu menyampaikan pidato pengukuhan berjudul Penemuan dan Pengembangan Spiritualitas di Tempat Kerja sebagai Salah Satu Usaha Mewujudkan Visi UM Magelang : Unggul dan Islami. Dalam pidatonya, Japar antara lain menyampaikan bahwa kecerdasan spiritual bukanlah doktrin agama yang mengajak umat manusia untuk cerdas dalam memilih atau memeluk salah satu agama yang dianggap benar.
Beberapa teori disampaikan oleh Japar di hadapan tamu undangan, antara lain Wakil Walikota Magelang beserta jajaran Muspika Magelang serta Ketua Pimpinan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah di wilayah Kedu. Rektor dari beberapa perguruan tinggi di wilayah Jawa Tengah juga hadir dalam acara tersebut.
Japar mengungkapkan pendapat Howard tentang empat aspek dalam spiritualitas yakni makna hidup yang berhubungan dengan diri sendiri, bagi orang lain, alam dan lingkungan, serta berhubungan dengan Tuhan. Dalam penelitian terhadap remaja yang dilakukannya tahun 2014 menunjukkan bahwa tingkat spiritualitas remaja awal berada pada tingkat baik. “Remaja yang memiliki spiritualitas tinggi memiliki penyesuaian yang tinggi, baik fisik maupun sosialnya,” ujar suami Dr. Purwati, MS, Kons tersebut.
Adapun pengembangan spiritualitas di tempat kerja menurut bapak tiga anak itu, perlu ditingkatkan. Kegiatan Darul Arqam bagi pegawai UM Magelang misalnya, tidak hanya berupa kajian Islam dengan pengayaan kognitif atau intelektualnya saja, tetapi diharapkan dapat menjangkau aspek afektif dan tingkah laku dengan adanya laporan diri dan monitoring. “Spiritual pegawai UM Magelang menentukan kualitas pengabdian pada institusi pada khususnya, dan kualitas hidup pada umumnya,” pungkas Japar yang berusia 59 tahun itu.
Dra. Windarti Agustina, Wakil Walikota Magelang yang hadir dan menyampaikan sambutan mengatakan, peran profesor atau guru besar sangat dinanti oleh masyarakat karena gelar profesor merupakan penanda bahwa yang bersangkutan adalah orang yang berpendidikan dan dapat mengamalkan ilmunya untuk kemslahatan manusia. Hal tersebut juga disampaikan oleh Prof. Dr. Noor Rochman Hadjam dari PP Muhammadiyah yang mengatakan bahwa masyarakat mengharapkan peran atau andil dari seorang guru besar untuk kehidupan yang lebih baik.
HUMAS
Aug 28, 2017 | Berita
Memberikan pelayanan yang terbaik bagi mahasiswa dan stakeholder merupakan harapan yang ingin dicapai oleh FKIP UM Magelang. Untuk tujuan itulah, FKIP UM Magelang mengadakan Workshop Pelayanan Prima selama dua hari, Selasa dan Rabu (15-16/08).
Ketua panitia kegiatan Khusnul Laili, M.Pd mengatakan, workshop diikuti oleh 38 peserta terdiri dari dosen dan tenaga kependidkan (tendik) di lingkungan FKIP UM MAGelang. “Kegiatan yang diadakan di Ruang Sidang FKIP itu menghadirkan motivator Fuzna Marzuqoh SH.Hc dan dosen FH UAD Gatot Sugiharto, SH,M.H., “ kata Khusnul.
Dalam motivasinya, Fuzna Marzuqoh antara lain menyampaikan, poin terpenting dalam pelayanan adalah senyum. “Dalam memberikan pelayanan yang terbaik, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan banyak senyum,” ungkapnya. Selain itu ia juga membahas mengenai penampilan seseorang sebagai sosok figur yang melayani customer. Khusnul menambahkan, negara Jepang memiliki alat untuk mendeteksi senyuman. “Jadi, di Jepang orang akan dihadapkan pada alat pendeteksi tersebut, dan apabila senyumnya kurang mencukupi syarat, maka tidak diperbolehkan untuk bekerja,” kata Fuzna.
Dikemukakan lebih lanjut, ada beberapa yang harus dimiliki untuk menciptakan pelayanan prima. Poin pertama yaitu harus melayani dengan sepenuh hati. “Jangan ada beban di hati ketika melayani seseorang,” tandasnya. Poin kedua yaitu penampilan luar juga harus menunjang pelayanan. Setelah itu, poin yang terakhir yang harus dimiliki yaitu kemampuan pelayanan yang luar biasa (Service Excelence). “Kita harus memiliki pelayanan yang menimbulkan kesan tidak mudah dilupakan,” ujar wanita yang sering mengisi motivasi di berbagai tempat itu.
Setelah mengikuti workhsop seharian, esok harinya yakni Rabu (16/8) seluruh peserta mengikuti kegiatan outdoor yakni rafting di Sungai Elo. Selain sebagai ajang refreshing, kegiatan rafting juga dijadikan sebagai ajang melatih kerjasama tim dalam satu boat agar dapat mencapai tujuan bersama. (Humas)