UNIMMA Terima Kunjungan dari Enrekang

UNIMMA Terima Kunjungan dari Enrekang

Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA) menerima kunjungan dari PDM Enrekang dan Universitas Muhammadiyah Enrekang (Unimen) pada Senin (21/11). Dalam kesempatan tersebut, ditandatangani pula naskah Kerjasama yang dilaksanakan di Aula Rektorat Kampus 2 UNIMMA. Adapun rombongan yang hadir adalah Drs. KH. Kamaruddin Sita., M.Pd.I, Ketua PDM Enrekang dan jajarannya, Dr. Drs. Yunus Busa., M.Si, Rektor Unimen beserta Wakil Rektor dan jajarannya serta mahasiswa Pertukaran Mahasiswa Muhammadiyah (PMM) dari Unimen.

Dalam sambutannya, Rektor Unimen menyampaikan maksud kedatangannya berkunjung ke UNIMMA. “Kunjungan kami ke UNIMMA ini sudah kita agendakan saat menghadiri Muktamar 48 untuk mampir ke UNIMMA. Kami meminta kesediaan Rektor dan seluruh jajaran untuk ke depan, kita perkuat kerjasama ini sama-sama. Dengan seluruh bidang yang bisa dikerjasamakan. Kebetulan juga sekarang yang sedang berjalan, Pertukaran Mahasiswa Muhammadiyah (PMM). Ada 3 mahasiswa kami dari Prodi Bimbingan Konseling (BK). Kita juga belajar ke UNIMMA bagaimana mempersiapkan pengelolaan PMM itu agar ada lagi tahun depan. Kita ajukan proposal untuk kerjasama dengan UNIMMA lagi,” jelasnya.

Sementara itu, Rektor UNIMMA berharap agar bisa terjalin kerjasama yang apik dengan saling beri kebermanfaatan. “Ini merupakan sebuah kebahagiaan bagi kami atas kedatangan Bapak Ibu. Semoga pertemuan ini memberikan keberkahan, jalinan kerjasama yang apik antara UM Enrekang dengan UNIMMA. Saling memberikan kebermanfaatan. Selain kerjasama MBKM juga kerjasama di bidang lain, kami sangat terbuka,” ujarnya.

Penandatanganan MoU dilakukan langsung oleh Rektor Unimen dengan Rektor UNIMMA dan disaksikan oleh seluruh tamu yang hadir. Acara dilanjutkan dengan sharing session dan kunjungan Unimen ke Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) di Kampus 1 UNIMMA.

Ketum PP Muhammadiyah Ajak Diskusi Rektor PTMA

Ketum PP Muhammadiyah Ajak Diskusi Rektor PTMA

Setelah ditetapkan oleh Muktamar ke-48 sebagai Ketua Umum (Ketum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah untuk periode kedua pada Ahad (20/11), Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir, M.Si langsung memberikan arahan ringan kepada Para Rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (PTMA). Hal tersebut dilakukan karena PTMA yang memberikan peran sentral sebagai pilar Muhammadiyah di abad ke-2 ini.

Dalam amanahnya, Ketum menyampaikan bahwa membangun harus dimulai dari diri kita sendiri, seperti disampaikan pada sambutan di depan Presiden RI dalam pembukaan Muktamar 48. “Ibda’ binafsi! Rumah Sakit Muhammadiyah sebagai media yang diterima semua kalangan agama-agama seperti keberadaan PTM di Sorong, Papua,” ujarnya.

Ketum Muhammadiyah juga mengatakan, kurang memperhatikan pranata sosial, padahal jangkauan jumlah orang yang berpotensi afiliatif kepada Muhammadiyah terus bertambah seiring dengan banyaknya masyarakat yang menyekolahkan anak-anaknya. “Coba hitung satu orang siswa Muhammadiyah punya kedua orang tua, punya adik kakak dan lain sebagainya. Selanjutnya perhatian kita terhadap seni perlu ditingkatkan, dulu atau mungkin sampai sekarang yang jadi qory agak kurang tapi akhir-akhirnya sudah mulai ada,” tambahnya.

Dalam diskusi tersebut, terdapat banyak usulan para rektor yang sejalan dengan pemikiran Ketum karena sejatinya pimpinan Majelis Diktilitbang adalah orang yang pernah menjabat Rektor PTM sehingga mempunyai pengalaman mengelola PTM.

Haedar Nashir dan Abdul Mu’ti Kembali Pimpin PP Muhammadiyah 5 Tahun ke Depan

Haedar Nashir dan Abdul Mu’ti Kembali Pimpin PP Muhammadiyah 5 Tahun ke Depan

Sidang Pleno VIII Muktamar Muhammadiyah menetapkan Haedar Nashir dan Abdul Mu’ti menjadi Ketua Umum dan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah untuk periode 2022-2027. Sejumlah hal disampaikan Haedar Nashir dalam jumpa pers perdana sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah. “Kami tadi telah bersidang santai tapi serius dari hati ke hati mengenai masa depan Muhammadiyah sebagaimana telah menjadi pembahasan dalam sidang. Kami yang 13 ini mengemban amanah ini kolektif kolegial dan tersistem sebagaimana karakter kepemimpinan Muhammadiyah. Saya selaku Ketua Umum sebagai Ketua Umum hanya sejengkal didepankan seinchi ditinggikan. Tetapi prinsip kepemimpinan adalah kepemimpinan kolektif kolegial,” terangnya.

Yang pertama, Haedar Nashir menyampaikan Pimpinan Pusat Muhammadiyah diberi amanat menjalankan program Muktamar Muhammadiyah yang arahnya pada proses transformasi dinamis di masa depan, baik program umum maupun bidang yang arahnya Muhammadiyah unggul berkemajuan dalam berbagai aspek kehidupan.

Kedua, PP Muhammadiyah mengemban tugas mensosialisasikan serta menjadikan pandangan Islam Berkemajuan dalam risalah Islam berkemajuan untuk terus didialogkan dengan berbagai kalangan di dalam dan luar negeri. Hal tersebut agar pandangan Islam yang maju dan membawa rahmat kepada semesta alam menjadi alam pikiran yang menyebar dan meluas serta terimplementasi dengan baik di persyarikatan. “Islam yang membangun optimisme tetapi juga Islam yang menghadirkan kemajuan hidup seluruh masyarakat bangsa dan negara dan kemanusiaan global,” kata Haedar.

Ketiga, PP Muhammadiyah memiliki mandat untuk terus mendiskusikan berbagai pihak mengenai isu-isu strategis keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan universal sesuai porsi dan bidangnya. Sehingga hasil muktmar ini juga terus dijadikan masukan-masukan penting bagi berbagai pihak baik pemerintah, DPR, lembaga auxiliary, TNI Polri dan komponen bangsa lain bahkan dunia internasional.

Terakhir, kepemimpinan PP Muhammadiyah merupakan satu mata rantai terstruktur dengan pimpinan wilayah, daerah, cabang, ranting bahkan istimewa di luar negeri. “Maka kepemimpinan kami ke depan harus mampu mendinamisasi seluruh gerakan kepemimpina secara nasional yang Insya Allah setelah Muktamar ini akan diikuti musyawarah wilayah, daerah, cabang dan ranting yang ini kita jadwal sedemikian rupa sehingga dalam 3 bulan ke depan semua persmusyawaratan sudah selesai,” tambahnya.

Dengan begitu, menurut Haedar Nashir dapat memberi peluang bagi PP Muhammadiyah bersama-sama secara nasional menjalankan program yang telah diputuskan di Muktamar. “Tentu kami menyampaikan terima kasih rekan-rekan media yang terus meliput Muktamar. Lebih khusus kami menyampaikan terima kasih Presiden RI, para menteri Kabinet Pembangunan Indonesia Maju, lembaga negara serta para pihak yang kemarin itu dalam pembukaan Muktamar yang luar biasa. Secara khusus kami memberi penghargaan tinggi pada Provinsi Jateng dan Pemkot Surakarta, Mas Gibran dan tentu saja Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah menyelenggarakan Muktamar demikian maju, modern dan luar biasa,” kata Haedar Nashir.

Haedar Nashir juga menyampaikan, PP Muhammadiyah meminta maaf jika ada kekeliruan kepada semua pihak dan juga kepada media apabila terdapat kurang bisa melayani dan bersikap tidak sebagaimana mestinya. “Mohon doanya kami PP secara kolektif untuk lima tahun ke depan dapat begerak dan berbuat menjalankan amanat untuk kemajuan umat, bangsa dan semesta dalam ridho, barokah dah rahmat Allah SWT,” tutup Haedar Nashir.

Noordjannah: Perempuan ‘Aisyiyah Agen Pemilu Berkeadaban

Noordjannah: Perempuan ‘Aisyiyah Agen Pemilu Berkeadaban

Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Noordjannah menyampaikan pidato iftitah di hadapan muktamirin ‘Aisyiyah dalam Sidang Pleno II Muktamar ‘Aisyiyah di GOR Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada Sabtu (19/11). Dalam kesempatan tersebut, Noordjannah juga menyinggung perihal penyelenggaraan Pemilu 2024. Sebagai proses demokrasi, pemilu hendaknya meniscayakan keadaban bagi para penyelenggara maupun pemilihnya agar pemilu dapat mencerminkan kualitas demokrasi.

Ia menjelaskan bahwa ‘Aisyiyah akan mendorong pemilu yang akan datang sebagai pemilu berkeadaban. “Jadikan perempuan ‘Aisyiyah dengan seluruh warganya menjadi agen pemilu berkeadaban. Jauhkan warga kita dari pemilu yang transaksional, cegah pemilu yang bisa membelah masyarakat, dan jadikan pemilu sebagai kontestasi untuk menghadirkan pemimpin yang bertanggung jawab,” pesan Noordjannah.

‘Aisyiyah, imbuh Noordjannah, akan mendorong pemimpin yang mempunyai integritas, berpihak pada kepentingan perempuan, dan menjalankan tugasnya untuk menghadirkan Indonesia yang lebih maju berlandaskan nilai agama, Pancasila, dan budaya bangsa. “Kita tidak boleh main-main lagi, belajar dari pemilu terdahulu yang bisa membelah masyarakat, bahkan sakitnya belum selesai sampai akan berlangsung pemilu yang akan datang,” tegasnya.

‘Aisyiyah berharap, penyelenggaraan pemilu bisa menjadi teladan bagi generasi muda bangsa. Oleh karena itu, Noordjannah mengajak seluruh komponen bangsa untuk menghadirkan pemilihan umum yang berkeadaban dan hasilnya memberikan harapan bagi kesejahteraan masyarakat.

Pidato Iftitah Ketua Umum PP Muhammadiyah. Hadirkan 3 Pertanyaan Introspeksi bagi Gerakan Persyaratan

Pidato Iftitah Ketua Umum PP Muhammadiyah. Hadirkan 3 Pertanyaan Introspeksi bagi Gerakan Persyaratan

Sidang Pleno II Muktamar Muhammadiyah menghadirkan Pidato Iftitah Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir di depan peserta muktamar di Gedung Edutorium KH Ahmad Dahlan UMS, Sabtu sore (19/11). Ketua Umum PP Muhammadiyah menyelesaikan pidato iftitah dalam waktu sekitar 20 menit. 10 menit pertama, Haedar Nashir melalui mimbar panggung sidang muktamar, menyampaikan tiga pertanyaan instropektif bagi para peserta muktamar Muhammadiyah.

Dalam pandangan Haedar Nashir, Muhammadiyah tumbuh berkembang menjadi kekuatan strategis bangsa tingkat nasional dan internasional. “Muktamar Muhammadiyah kali ini dilaksanakan bersamaan dengan Milad 110 tahun yang jatuh pada hari kemarin, ketika kita melaksanakan Tanwir Muhammadiyah (Minggu, 6 November),” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Periode 2015-2022 tersebut.

Disampaikan Haedar Nashir, usia 110 tahun merupakan perjalanan panjang dan Muhammadiyah jadi satu-satunya organisasi Islam tertua yang masih bertahan menjadi organisasi terbesar. “Kesyukuran kita itu tentunya harus kita jadikan modal strategis kita melangkah ke depan menjadi lebih baik lagi. Sehingga Muhammadiyah dalam mengembangkan misi dakwah dan tajdid menjadi kekuatan yang lebih berkualitas bahkan unggul dalam berbagai aspek kehidupan yang jadi bidang garap,” kata Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tersebut.

Haedar Nashir juga mengatakan, ada pertanyaan besar yaitu bagaimana spirit Muhammadiyah mengemban misi Waltakum mingkum ummatuy yad’ụna ilal-khairi wa ya`murụna bil-ma’rụfi wa yan-hauna ‘anil-mungkar sekaligus juga membangun khoiru ummah yang menjadi cita-cita Muhammadiyah dapat diformulasikan untuk mewujudkan masyarkat Islam yang memberi rahmat semesta alam. “Gerak kemajuan ini tentu jadi agenda kita untuk bermuhasabah, berintrospeksi bagaimana dalam usia 110 tahun kita bisa mengagregasikan kemajuan dan etos kemajuan yang sudah kita miliki dan pada saat yang sama kita tahu kekurangan dan kelemahannya. Kita sudah cukup untuk mendaftar kemajuan-kemajuan yang kita peroleh dan itu bentuk dari tasyakur kita,” tuturnya.

Haedar Nashir menambahkan bahwa sekarang Muhammadiyah menghadapi dinamika baru dalam kehidupan manusia di tingkat global maupun dinamika internal dari wilayah, daerah, cabang dan ranting yang memiliki kondisi beragam. “Sehingga sejumlah pertanyaan sebagai wujud kita dalam bermuhasabah dapat dimunculkan. Pertama, kita bisa bertanya apakah jamaah di ranting, kawasan masjid, mushala dan pengajian dan berbagai aktifitas keagamaan dan kemasyarakatan di masyarakat lingkungan Muhammadiyah yang ada masih tergarap dengan baik? Bahkan semakin baik atau mengalami stagnasi bahkan kita teralienasi dari dinamika yang terjadi,” terang Ketua Umum PP Muhammadiyah berusia 64 tahun itu.

Menurutnya, pertanyaan tersebut penting untuk menjadi bahan renungan seluruh muktamirin agar bisa mengetahui kondisi yang dimiliki di tingkat basis akar rumput.

Kedua Muktamar yang lalu, Muhammadiyah mempunyai program bagus yaitu dakwah komunitas sebagai mata rantai dakwah kultural bahkan lebih ke belakang lagi satu mata rantai dari gerakan jamaah dan dakwah jamaah tahun 1968. “Pertanyaan kita, apakah dakwah komunitas kita yang telah jadi keputusan muktamar itu betul-betul jadi program terlaksana di tempat kita masing-masing? Bahkan syukur kalau ada model dari kawasan ranting, cabang dan daerah serta kawasan yang memiliki best practice dari program gerakan jamaah dan dakwah jamaah,” kata figure yang ber-Muhammadiyah sejak tahun 1983 itu.

Disampaikan Haedar Nashir, saat ini warga Muhammadiyah ketika pergi ke daerah atau cabang-cabang masih sering mendengar, ada masjid tidak tergarap bahkan ada yang pindah tangan ke tempat pihak lain, maka anggota Muhammadiyah perlu bertanya seberapa jauh dakwah komunitas itu berjalan. “Dua pertanyaan ini saja sudah cukup menjadi bahan refleksi kita di tengah apa yang kita sebut dinamika kemajuan dan prestasi yang kita alami,” jelasnya.

Saat ini, Muhammadiyah sedang diuji dalam konteks nasional dan global yang niscaya warganya hadir sebagai kekuatan strategis jika orang mengatakan Muhammadiyah gerakan modern terbesar, gerakan reformis terbesar tidak hanya di Indonesia tapi juga di dunia, maka bagaimana Muhammadiyah hadir di tengah dinamika tersebut. “Saya ingin highlight sedikit bahwa Muhammadiyah memang punya tradisi besar yang punya produkifitas sebagai organisasi yang sejak awal punya pondasi agama kokoh, sistem organisasi bagus, SDM waktu itu dianggap berkualitas dan lebih penting lagi peran-peran kemasyarakatan lewat amal usaha sudah jadi milik umum,” kata Haedar Nashir.

Dalam konteks ini, Haedar Nashir melihat Muhammadiyah perlu menyelesaikan positioning yang dimiliki, bahwa sejatinya dalam tradisi besar itu maka Muhammadiyah harus selesai dengan dirinya sendiri. “Ketika kita berinteraksi di dalam dinamika lokal regional mestinya soal trust, marwah soal integritas, pondasi nilai keislaman dan kemuhammadiyahan kita sudah selesai, tidak ada lagi keraguan dan saling meragukan antar diri kita,” ujar Haedar Nashir.

Hal ini bertujuan agar Muhammadiyah punya keleluasaan untuk membuka sebanyak dan seluas mungkin radius gerakan dalam dinamika lokal regional dan global di tengah dinamika gerakan lain yang saat bertumbuh pesat dengan berbagai segmen dan orientasi gerakan. Ada beberapa tempat seperti rumah sakit milik orang, sekolah milik orang yang bertumbuh besar menjadi sekolah dan RS unggulan. “Tentu kita perlu melihat diri kita sendiri di tengah dinamika ini apakah kita mau bersifat pasif, apologi atau bersifat proaktif dan konstruksi bahkan melakukan langkah bersifat kompetitif,” ujar Haedar Nashir.

 

Sumber: Rilis Panitia Muktamar 48